Sabtu, 27 Mei 2017

cerita mic

 di mulai dr sekarang dan akan berakhir nanti ketika saya mau skripsi ok

hujan dan pelangi



Masa SMA sangat disayangkan jika tidak diwarnai dengan asmara. Cinta pertama yang bersemi di putih abu-abu. Itulah menurut Elvisa, yang biasa dipanggil El. Dia adalah cewek yang baru berumur enam belas tahun jalan (jalan ke enam belas), yang duduk di kelas satu di sebuah SMA Negeri di kota kelahirannya yaitu Wonosobo.
Semester baru di tahun pertama El masuk SMA, dia menemukan cinta pertamanya, yang cukup sulit untuk dilupakan.
***
El terlihat tergesa-gesa sejak memasuki gerbang sekolah. Berkali-kali ia menatap jam tangan warna putihnya. Dia terlambat. Beruntung gerbangnya belum tutup.
“Ouh... kelasku ada dibawah, butuh lima menit agar sampai lagi...” gerutunya.
Ketika sampai di koridor sebelah barat, masih banyak anak yang sedang nongkrong di depan kelas mereka masing-masing. Sekilas El melihat cowok kelas sebelas yang ia kenal sejak MOS. Dia adalah Kenriko, fotografer-nya anak OSIS alias ‘Tukang Foto’. El cukup dekat dengan Ken, begitulah panggilannya.
El berjalan dengan cepat ketika melewati gerombolannya Ken yang dominasinya cewek. Ketika dia melewati gerombolannya Ken, El sekonyong-konyongnya terjatuh tepat di depan mereka. Dia menginjak tali sepatunya sendiri yang lepas. BRRUUKK !!
Sontak mereka tertawa melihat El terjatuh konyol. Pipi El merona.
“Eh, eh... jangan diketawain. Liat orang kena musibah malah diketawain...” seru seseorang yang El kenal. El menoleh. Ken.
Ken beranjak dari tempat duduknya dan segera menolong El. Teman-teman Ken langsung meledek dan menggoda Ken. “Ecieee.... ternyata ini gebetannya Ken. Ehem.... dapet adik kelas yah....” seru salah seorang temannya.
“Hati-hati lho dek, Ken memang nggak cakep tapi dia cukup ganteng alias gak bisa anteng.” Kata seorang cewek sambil terkikik.
“Eva,  sialan kamu.... awas nanti.... norak kalian semua tuh...” kata Ken.
El hanya diam. Dia mencoba mencerna perkataan temannya Ken yang bernama Eva. Terbesit rasa kecewa, entah kenapa.
“Emm.... maafin temen-temenku ya, maklum cewek rempong, hehe.... sini aku bantu berdiri.” Ujar Ken. Kemudian Ken membantu El berdiri.
“Makasih Ken....” gumamnya lalu melanjutkan, “Oh ya, aku harus ke kelas, udah telat.”
Sebelum El berbalik, Ken memegang lengannya. “El.... jangan terpancing omongan temenku....”El hanya tersenyum lalu pergi dengan cepat.
***
Bel pulang berbunyi. El keluar dari kelasnya dan tidak langsung pulang. Dia ingin tinggal sebentar di sekolah untuk menikmati free hotspot. Ketika sedang berjalan seseorang memanggil namanya.
“Elvis tunggu !” Dia menoleh ke sumber suara. Ternyata Ken. Entah kenapa, El ingin menjauhinya. Dia tetap berjalan namun pelan. Berharap bahwa Ken akan mengejarnya. Dia merasa lengannya dipegang. Dia menoleh. Ken sudah ada di depan matanya.
“Kamu kenapa sih? Dari kemarin sms nggak dibales, telepon nggak diangkat... dan sekarang kau bahkan mau menghindari aku... Kenapa?” ujar Ken meninggi.
El terdiam sejenak. “Nggak papa sih Ken, cuman nggak tahu kenapa aku ingin ngehindar dari kamu.”
“Kenapa? Apa karena perkataan Eva kemarin? Ouh, apa itu masalah buat kamu?”
El menggeleng. “Nggak ada sama sekali. Kenapa masalah buat aku? Aku kan hanya temenmu...”
“Hanya sekedar teman kah? Selama kita deket, kamu memang belum pernah tahu perasaanku, El....” ujar Ken sedikit kecewa.
Jantung El berdetak lebih cepat. “Perasaanmu??” tanya El ingin tahu.
Mereka terdiam sejenak, dan Ken angkat bicara. “Aku suka sama kamu, El.... sejak aku bertemu, dan kenal kamu.”
“Berarti sejak MOS dong....” celetuk El.
Ken terkekeh. “Kadang kamu polos ya El, polos polos oon.... haha....”
Bibir El manyun, dan dia mengepalkan tangannya lalu menjitak kepala Ken.
“Biarpun polos oon, tapi kau juga tetap menyukaiku....” El menimpali.
Ekspresi Ken berubah. Raut wajahnya terlihat serius dan mata Ken menatap lurus El. Penuh arti.
“Elvisa....” Ken menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan, “Maukah kamu jadi pacarku?”. Ken mengharapkan sebuah jawaban yang diinginkan olehnya. Sudah lama Ken menyukai El. Sejak ia bertemu pertama kali dan tahu namanya. Yah, benar.... ketika MOS. Diam-diam Ken selalu mencuri foto El yang sedang melakukan kegiatan ketika itu.
El sungguh merasa senang, jujur saja. Memang awalnya dia tidak langsung suka  dengan Ken, namun ketika ia dekat dengannya, ia merasa berbeda dari biasanya. Istimewa.
“El, apa jawabanmu?” tanya Ken sekali lagi. Kemudian El tersenyum dan mengangguk, menandakan ia menerima Ken sebagai pacarnya. Raut muka Ken begitu gembira ketika cintanya diterima oleh pujaan hatinya.
“Yesss..... terimakasih ya, adik manisku yang unyu....” kata Ken sambil mencubit gemas pipi El. El meringis kesakitan, namun dengan hati yang bangga.
“Pulang bareng yuk....” kata Ken langsung menyambar lengan El tanpa menunggu persetujuannya.
Mereka berdua pulang bersama. Satu dua anak sempat melirik mereka berdua ketika bergandengan. Wajah El merona karena malu. Tampaknya Ken tahu bahwa El malu.
“Udahlah, nggak usah hadap ke bawah.... yang pede dong.... nggak usah malu.” Kata Ken lalu merangkul leher El. Lalu mereka kembali berjalan. El menatap Ken, cukup lama dan ia tersenyum. Benarkah ini Ken? Benarkah sekarang dia jadi pacarku? Pertanyaan itu terus saja menggema di kepalanya. Dia belum percaya sepenuhnya apa yang telah terjadi.
***
Sudah satu bulan lebih Ken dan El pacaran. Berita mereka pacaran tidak terlalu penting, tapi sebagian anak OSIS mengetahuinya, dan teman-teman baik Ken dan El sebagain sudah tahu.
Tetapi minggu ini terlihat Ken sedang sibuk dengan kegiatannya. Sehingga El kurang diperhatikan oleh Ken. Bukan masalah, pikir El. Ken memang orang yang sibuk.
Ketika El sedang berjalan di sekitar koridor, dia tak sengaja menabrak seorang cewek. El seperti mengenal cewek ini. Oh iya, dia anak OSIS juga. Namanya Nurul. Temannya Ken juga.
“Oh.... Elvisa ya, ceweknya Ken kan?” tanya Nurul dengan nada yang sedikit muram.
El hanya mengangguk dan menjawab, “Iya, kak.... Memangnya kenapa?”
“Oh, nggak papa kok, El.... emm, ngomong-ngomong kamu tahu kabarnya Ken nggak?”
El mengernyit dan menatapa curiga Nurul. “Kabar Ken? Kenapa? Bukannya dia baik-baik saja?”
“Ouh.... emm, jadi kamu nggak tahu ya? Dua hari terakhir ini Ken sakit, dia sering pingsan, kemarin waktu rapat juga dia sempat pingsan.”
El terkejut. “Ken sakit? Kok aku nggak tahu, kak.... dia sakit apa?”
Nurul hanya mengangkat bahunya dan berkata, “Katanya dia pusing.... tapi aneh, Ken jarang pingsan kalau sakit.”
“Ken nggak papa kan, kak?” tanya El cemas.
Nurul tersenyum  pahit. “Kuharap dia nggak papa. Tapi kayaknya dia baik-baik aja kok, El. Jadi kamu nggak usah terlalu khawatir.”
Kemudian Nurul pergi setelah pamitan, meninggalkan El sendiri dengan penuh kecemasan. Pantas saja, akhir-akhir ini Ken tak pernah menghubunginya. Karena dia sakit, tapi dia sakit apa?
Keesokan harinya di sekolah El langsung mencari Ken, tapi dia tidak bertemu batang hidungnya sejak pagi, tetapi El bertemu dengan sahabatnya yang kebetulan sekelas dengan Ken. Harry namanya.
“Harry.... aku mau nanya sama kamu.” Ujarnya tergesa-gesa ketika pulang sekolah.
“Apa?” Harry tanya.
“Ken sakit apa? Kata kak Nurul dia sempat pingsan. Kenapa dia nggak kasih tahu aku kalau dia sakit....”
“Ouh, Ken memang sakit El.... tapi aku nggak berhak ngomong ke kamu dia sedang sakit.”
“Oh, ayolah Harry.... kau kan sahabatnya Ken, dan Ken adalah pacarku. Tolong beritahu aku. Aku cuman berharap dia nggak sedang sakit parah.” Kata El merengek.
“Maaf, El.... aku bener-bener nggak bisa ngomong. Coba kamu tanya Nurul aja.... tuh orangnya lagi kesini.”
El langsung menoleh. Nurul memang sedang menuju ke arah mereka berdua.
“Dasar kamu, Harry.... aku nungguin kamu di depan lab malah udah disini. Nggak asik ah kamu.... Oh, hai El....” kata Nurul lalu menyapa El.
“Kak, aku mau tanya sesuatu.” Ujar El cepat.
Wajah Nurul berubah menyelidik. “Tanya apa?”
“Ken sakit apa?”
Nurul langsung menatap Harry penuh arti. Raut wajahnya meminta penjelasan harus bagaimana ia menjawabnya.
El melihat tingkah laku Nurul dan Harry penuh selidik. Ada yang disembunyikan oleh mereka dari El.
“Kalian menyembunyikan sesuatu dariku. Tolong katakan, kak. Kumohon....” kata El memelas.
Nurul kemudian meminta El dan Harry untuk mengikutinya. Nurul membawa mereka berdua ke depan laboratorium bahasa. Tempat yang sudah sepi dari anak-anak. Hanya mereka bertiga yang tersisa. Kemudian Nurul mulai bercerita, cukup lama.
“Jadi.... Ken sakit.....” El merasa berat untuk mengatakannya, “....kanker otak stadium tiga?” lalu mata El mulai memerah, tak bisa membendung air matanya yang akhirnya tumpah. “Itu nggak mungkin.... Ken terlihat sehat-sehat aja, kak. Ken nggak sakit....”
Nurul kemudian langsung memeluk El yang menangis. El tak bisa percaya, bahwa Ken sakit parah. El sadar, ia mulai takut kehilangan Ken.
***
“Kamu kemana aja sih, Ken? Jarang kelihatan di sekoah, bahkan nggak pernah kontak aku. Udah lupa ya sama aku?” tanya El bertubi-tubi disuatu hari ketika ia bertemu Ken di koridor.
“Maaf ya, El.... kamu tahu kan kalau aku akhir-akhir ini sedang sibuk?” ujar Ken lembut.
Hati El merintih. Ken masih menutupi bahwa ia sedang sakit. “Ken.... Aku akan selalu ada buat kamu. Jika kamu lelah, aku akan bersedia menjadi bahu untukmu.... aku hanya ingin kamu baik-baik saja, Ken.” kata El khawatir.
Ken menoleh pada El. Dia tersenyum. Seseorang menginginkannya untuk selalu baik-baik saja.“El.... sungguh, kau benar-benar pacarku yang terbaik, dari yang sebelumnya....”
El manyun. “Benarkah? Memangnya mantanmu bagaimana?”
Ken hanya tersenyum dan mengacak-acak rambut El. “Pokoknya kamu yang terbaik,  sayang.... Aku sama Harry dan Nurul mau main nanti, dan kamu ikut ya....”
Sebelum El sempat menjawab, Ken langsung berkata, “Aku tunggu kamu di gerbang setelah pulang sekolah, oke? Bye....”
Ketika bel pulang sekolah selesai berdering, semua anak berlalu lalang untuk pulang. El langsung menuju ke gerbang. Benar saja, ia sudah ditunggu oleh Ken, dan kedua temannya. Harry dan Nurul.
“Memangnya kita mau kemana?” tanya El setelah dia berada disamping Ken.
“Ikut aja, El.... yang jelas nggak bahaya kok.” Ujar Nurul.
El menurut. Alhasil, ia terus mengikuti kemana mereka pergi dengan El yang nebeng Ken, dan Nurul berboncengan dengan Harry.
Ternyata El diajak ke kebun teh. Cukup lama mereka disana. El sempat dikerjain oleh Ken, Harry, dan Nurul. Dia ditinggal sendirian di tengah kebun nan hijau itu.
El pulang sampai rumah sekitar pukul setengah lima sore, diantar oleh Ken. Namun, ada suasana yang cukup menegangkan ketika berada di depan gerbang rumah El. Mereka berdua sempat berbicara cukup lama disana. El masuk rumah dengan mata memerah. Ingin menangis.
El menangis ketika sampai di kamarnya. Ken telah berbohong kepadanya. El benar-benar marah dan kecewa dengan Ken. Ia teringat pengakuan Ken beberapa menit yang lalu.
“El.... aku mau jujur—sebenarnya aku nggak sedang sakit parah. Aku, Harry dan Nurul udah bohong sama kamu. Aku memang sempat sakit, tapi bukan kanker....”
Tak lama kemudian, hape El berbunyi. Telepon dari Ken. El membiarkannya. Ia tak mau mengangkat telepon dari Ken. Tetapi Ken tidak menyerah, akhirnya El mengangkat teleponnya setelah lima kali panggilan tak terjawab.
“El, aku tahu kamu marah.... tapi kamu harus mengerti, aku bohong sama kamu karena aku pengen....” sebelum Ken menyelesaikan kalimatnya El memotongnya, “Yeah.... ingin menertawakanku, terimakasih Ken.... kamu nggak tahu gimana khawatirnya aku, gimana aku takut kehilanganmu, tapi itu semua cuman akting kalian bertiga. Terimakasih kejutannya....” kemudian El langsung menutup teleponnya.
Keesokan harinya ketika berada di sekolah, Ken berusaha mendekati El. Tetapi El menjauh, tidak hanya kepada Ken tetapi juga Harry dan Nurul.
Beberapa hari kemudian, Ken dan El putus. Tapi mereka masih dekat. Hanya saja mereka menjaga jarak.
Satu bulan berlalu. El melihat Ken mulai dekat dengan cewek lain. Anak kelas sepuluh. El tidak tahu, kenapa dia merasa sedikit cemburu, jujur saja. Suatu ketika, ia berpapasan dengan Ken yang sedang bersama cewek. El pura-pura tidak tahu, hanya melirik Ken dengan tajam. Segitu cepatnya kah, Ken melupakanku?
***
El berada di kantin sendirian, karena baru saja ulangan dan keluar ruangan pertama kali. Dia memesan minuman dan membaca novel. Dia tidak sadar, bahwa Ken sudah berada di depannya, karena dia sibuk dengan bacaannya. El cukup terkejut ketika mendapati sesosok Ken berada dekat dengannya. Tepat di depannya.
“Hai !” sapa Ken.
“Astaga, bikin gue kaget aja ini orang....” gerutu El sambil menyeruput jusnya. Salah seorang temannya Ken memanggil namanya.
“Oi, Ken.... dicariin ternyata lagi pacaran.... eh, tunggu.... emang ini pacarmu? bukannya udah ganti sama yang satunya itu?” tanyanya.
“Bukan, bukan.... ngaco banget kamu, Ron !” seru Ken.
Jantung El merasa sesak. Dia ingin segera pergi dari hadapan Ken. “Cepet banget kau lupain aku, Ken....” lirih El lalu beranjak dari tempat duduknya. Ken tentu saja mendengarnya. Raut wajah Ken berubah.
Bel pulang sekolah berbunyi sepuluh menit yang lalu, dan El masih berada sekolah. Terlihat sedang menunggu seseorang. Orang yang ia tunggu adalah Ken.
“Apa yang mau diomongin, Ken?” tanya El langsung ketika Ken duduk disampingnya.
“El, aku mau nanya.... apa kamu masih ada rasa sama aku?” tanya Ken dengan serius.
El terdiam, dia hanya mengangkat bahunya.
“Kenapa kamu kelihatan benci sama aku?” tanya Ken lagi.
“Aku nggak benci kok.” Jawab El singkat.
“Oke, oke.... satu lagi, seandainya aku jadian sama cewek lain, kamu nggak marah kan? Kamu nggak sakit kan?” tanya Ken penuh arti.
“Cewek itu ya, Ken? selamat ya.... kamu memang bener-bener nggak ada lagi rasa sama aku.”
Mereka terdiam sejenak lalu Ken memecahkan keheningan.
“El, yang minta putus kan kamu. Kamu nggak mau dengerin aku.... aku ngelakuin itu cuman pengen tahu, apa kamu bener-bener sayang sama aku atau cuman pengen jadi pacarku agar kamu terkenal seperti kata temenku....”
El terkejut. “Kamu.... kamu berpikiran begitu, Ken? Astaga.... Aku tuh bener-bener sayang sama kamu, bahkan sampai sekarang.... Aku takut kehilangan kamu. Aku sempet cemburu liat kamu deket sama cewek lain. Kamu memang udah lupain aku, Ken.”
“Bukannya kamu juga lagi deket sama cowok lain? Bukannya kamu udah tahu kalau aku udah lupain kamu? Kenapa kamu nggak move on aja....” ujar Ken.
Hati El perih. “Jadi kamu udah nggak sayang lagi sama aku?” El bergetar. “Kau tahu, aku sudah mulai mencintaimu Ken.... makanya aku masih tetap tinggal, aku pikir kita bakal balikan—dan kamu baru saja mengatakan demikian....”
Ingin sekali El menangis, namun ia tak bisa. Menangis di depannya adalah hal konyol, pikir El.
Mereka terdiam selama beberapa menit, dan Ken angkat bicara. “Kalau begitu.... kita balikan.”
El terkejut mendengar pernyataan Ken. “Ken.... bukannya kamu udah nggak sayang sama aku?” Lalu Ken berkata dengan jujur, “Aku masih sayang sama kamu kok, hanya saja rasa sayang ini nggak sebesar dulu....”
El agak kecewa mendengarnya, tetapi setidaknya El akan berusaha agar bisa membuat Ken menyayanginya kembali seperti dulu bahkan lebih.
***
Semester satu telah berakhir. Inilah di semester dua, awal dimana El akan melancarkan aksinya. Dia akan memberikan vitamin, coklat dan kue untuk Ken setelah liburan usai pada hari kedua masuk sekolah.
“Hai, Ken? apa kabar?” tanya El ceria. Ken menjawab dengan senyuman yang tidak seperti biasanya. “Oh iya, aku membawa ini buat kamu....” dan El memberikan bingkisan yang telah dibawa pada Ken. “Aku harus pulang cepet, Ken.... jadi, bye....” kata El sedikit canggung, karena tak seperti biasanya Ken bersikap sedingin itu.
Ketika El sudah pergi, Ken membuka bingkisannya. Ada surat di dalamnya. Dia langsung membacanya. Cukup lama, dan ada senyuman yang menghiasai wajahnya. Senyuman bangga.
Buat Ken,
Ini ada vitamin, diminum ya, biar kamu nggak sakit.... soalnya kamu kan anak sibuk. Dan ini ada coklat, biar kamu bisa tenang, dan nggak labil... coba aja deh manfaatnya, dan ada kue buat cemilan kamu.... kamu kok kurusan ya, Ken....

Salam Sayang,
El-visa
Ketika selesai membacanya, Ken langsung membuka isinya. Dia tersenyum, dan langsung mengambil hapenya dan menelpon seseorang.
“Makasih ya, sayang.... kamu memang yang terbaik, El....”
Setelah itu, hubungan Ken dan El tidak membaik, sedikit renggang. Hampir dua minggu Ken tidak menghubungi El. Ken ikut organisasi di luar sekolah, dia makin sibuk aja. Tapi kenapa dia nggak ngasih kabar? Tanya El dalam hati.
Ketika El berpapasan dengan Ken, Ken tidak memperdulikannya. Seperti tidak mengenal El, bahkan tidak seperti pacarnya. Hati El sungguh pedih. Kenapa Ken semakin aneh, kenapa Ken menjadi berubah? Kenapa dia tidak memperdulikanku? Pertanyaan itu terus terngiang dikepala El.
Dua hari kemudian, Ken bertemu dengan El dan bicara.
“Maafin aku ya, El.... aku jarang hubungin kamu.” Kata Ken.
El hanya tersenyum manis dan tulus, “Nggak papa kok, Ken. Aku tahu kamu sibuk. Tapi setidaknya satu kali aja kamu hubungin aku.... nggak sempet ya?” tanya El pelan.
“Emm.... El, aku mau ngomong sesuatu....” Kemudian Ken menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan “.... kamu harus dapatin cinta aku kembali kalau kamu tetap ingin sama aku. Karena.... aku sudah mulai suka sama cewek lain....” ujar Ken pelan.
Seperti air dingin dalam gelas yang disiram oleh air panas. Gelas itu pecah. Hati El hancur. HatiEl benar-benar terluka. Sungguh ini sangat menusuk hatinya yang terdalam. Ia ingin sekali menangis tapi tak bisa. El merasa sesak napas. Dia marah, dan sakit hati tentunya. Entah ini akan sembuh atau tidak. Yang bisa ia lakukan hanya menahan kesakitannya.
“Ken.... kamu tega ngelakuin ini sama aku? Jadi selama ini kamu udah mendua? Aku kurang apa Ken?! kamu udah hampir menyembuhkan luka hati ini, tapi sekarang apa? Kamu justeru malah membuat aku semakin sakit, sakit hati paling dalam, Ken. Aku bener-bener kecewa sama kamu. Buat apa aku bertahan kali ini.... kau bahkan tak menghargai ketulusanku. Kamu bohong, kamu bilang aku yang terbaik tapi kamu malah suka sama orang lain. Kamu telah menyediakan dirimu untuk mendua.” Kata El marah.
El langsung pergi. Setelah percakapan itu, El dan Ken tak pernah saling bicara lagi. Tidak saling kontak sama sekali. Kini yang terluka adalah El, dan disaat itu datang seseorang yang ternyata sudah lama suka dengan El. Dia adalah Kevin. Tapi El masih terluka. El kurang menerima perlakuan Ken selama ini sehingga dia belum bisa melepaskan Ken. Karena dia masih mencintaiKen, tetapi juga sakit yang dirasakan olehnya karena Ken.
“El.... aku tahu kamu belum bisa lepasin Ken karena kamu sangat terluka atas perlakuan Ken. Tapi ada satu hal El yang harus kamu tahu—Tulislah keburukan seseorang diatas pasir pantai, dan tulislah kebaikan orang itu diatas batu. Kau tahu kan maksudku?” tanya Kevin kemudian.
El tidak menjawab. Sebagai gantinya, Kevin yang menjawab pertanyaannya sendiri. “Jika kamu ingin melepaskan Ken tapi tidak dengan rasa sakit, lupakan kesalahannya seperti diatas pasir pantai, kesalahan itu akan segera hilang diterjang oleh ombak. Tak perlu kau mengingat-ingat kesalahannya maka kamu nggak akan sakit, tapi yang harus kamu ingat adalah semua kebaikannya, aku yakin kamu akan senang ketika mengingat kebaikannya.”
“Jadi.... aku harus memaafkannya begitu saja?” tanya El.
Kevin mengangguk. “Jika kamu cinta, maka lupakan kesalahannya. Maka kamu nggak akan benci. Kamu justeru cewek yang dewasa. Percayalah....”
***
Sudah hampir dua bulan Ken dan El berpisah. Tak ada yang tahu bagaimana kabar mereka masing-masing. Tapi jujur saja, El masih peduli dengan Ken. Hingga suatu ketika, El menelpon Ken. Entah dorongan darimana El ingin menelponnya. Cukup lama El menunggu Ken mengangkat teleponnya. Dan terndengar suara Ken, suara yang dirindukan olehnya.
“Ken, kali ini aku benar-benar mohon sama kamu. Aku cuman minta kamu mau jalan sama aku besok, dan kamu harus mau. Cuman satu hari aja, dan setelah itu aku nggak mau ganggu kamu lagi.” Kata El, dan sebagai jawabannya Ken mau jalan dengan El besok.
***
Ken tidak tahu apa maksud dan tujuan El mengajaknya jalan. Ternyata El mengajak Ken menuju ke Kebun Teh. Tempat dimana dulu mereka main bareng.
“Ken, tujuanku ngajak kamu jalan.... aku hanya ingin ngomong sesuatu sama kamu.” Ujar El lalu menarik napas dalam-dalam. “Aku memang masih cinta sama kamu, tapi aku udah rela lepasin kamu sekarang. Aku udah lupain semua kesalahanmu, dan memang benar melupakanmu itu bukan hal mudah. Tapi setidaknya aku selalu mengingat semua kebaikanmu. Sekarang, silahkan kalau kamu mau sama orang lain, bukan masalah buat aku. Aku nggak akan sakit kok, karena aku memang udah lepasin kamu, mungkin awalnya akan sakit. Tapi melihatmu bahagia itu sudah cukup untukku mengingat ketika kau bahagia saat bersamaku....”
Ken hanya diam, dan terus menatap El. Menatap penuh arti. Terlihat raut muka takjub terlukis pada wajah Ken. Lalu Ken menggeleng cepat.
“Nggak, El.... jangan lepasin aku....” kata Ken pelan lalu memeluk El erat.
“Aku minta maaf, El.... maafkan aku karena sudah menyakiti kamu, maaf aku kurang menghargai semua ketulusanmu. Maaf aku udah duain kamu. Tapi aku memang nggak bisa kehilangan kamu, El.... aku sadar bahwa aku nggak bisa. Kamu memang yang terbaik. Kamu adalah satu-satunya orang yang memberikan semua kenangan yang bahkan tak mungkin dilupakan, termasuk perasaan ini. Kamu sangat bermakna buat aku. Aku sangat mencintaimu, Elvisa....” ujar Ken penuh arti.
El menangis dipelukan Ken. Kali ini pelangi benar-benar muncul. Hujan telah berlalu. Hujan kesedihan dan kekecewaan yang dialaminya sudah berhenti. Kini pelangi jiwanya sudah kembali. Pelangi kebahagiaan itu muncul kembali.
“Aku janji aku akan berubah, untuk kamu El... hanya untuk kamu.” kata Ken yang tetap memeluk erat El seakan takut kehilangannya.


L,A POTTER